Minggu, 22 Januari 2012

Metamorfosis Kunang-Kunang

Di dalam masa aku bercerita

Bukan sekedar cinta, ataupun perantaranya

Tak sebatas cerita rindu

Atau mimpi yang berlalu


Ini bukan lamunan, tapi rangkaian kata dari saat aku kenal dimana pertama aku dapati kado istimewa.


27 Febuari 1973,

"mah, hari ini aku ulang tahun. aku berarti bukan anak kecil lagi kan?"

Yah, saat itu umurku masih 6 tahun, saat aku masih duduk di bangku taman kanak-kanak. tapi mamah saat itu bilang dengan singkat. "selamat ulang tahun anak kecil mamah"


Hmm, aku sadari. Saat itu aku memang masih kecil. Saat-saat dimana aku tumbuh menjadi anak yang ceria dan penuh mimpi untuk masa depan.


Kemudian hari berganti dan berlalu, setiap cerita yang kulalui aku bingkiskan dalam tumbuh dewasanya diriku. Matahari yang tak pernah berubah arah tapi kadang kala ia pergi dan menghilang, saat ak tertidur nyenyak dalam mimpi kecilku. Ia bersinar ketika aku sedang bermain dan tertawa dalam siang. tapi taukah kamu, aku punya sebuah yang istimewa. Beliau tak serupa seperti matahari. Menemaniku saat aku bermain dengan siang, dan beristirahat dengan malam. Mamah dan papah yang setia dalam tumbuh kembangya diriku.


Aku semakin terjun dalam lamunan panjang sebuah klise masalalu. Tapi itu semakin berjalan. Seperti menonton film pendek atau bioskop. Tapi dimana aku yang menjadi tokoh utamanya. 8 tahun setelah ulangtahunku yang lalu. pakaian rapih biru putih di pagi hari. Ku nikmati hidangan di pagi hari dengan segelas teh hangat dan 2 potong roti. sungguh nikmat saat itu. Tapi mamah membuat menu spesial di pagi itu. Brownise teramitsu, dengan lilin yang terbakar mesra berdampingan, 1 dan 4 begitu fantastis menyala-nyala dalam senyum di pagi itu.


27 februari 1981

"mah, hari ini ulang tahun aku yang ke 14 kan. berarti aku bukan anak kecil lagi sekarang"

Tapi mamah hanya senyum, dan papah mengucap sedikit kata.
"kamu bukan bayi, tapi anak kecilnya papah"


Sehari penuh kulalui cerita penuh ceria. sampai gelap datang, aku duduk dibalik taman. Kursi tua dan lampu kuning meremang. Hiasi teduhnya awan dan bintang yang berpijar.
Ayah berkata malam itu.

"kamu memang anak kecilnya papah dan mamah, tapi kamu seperti kunang-kunang nak. Biarpun kecil tapi bercahaya. Ia akan sangat terang. ketika yang lain disekitarnya telah meredup. Maka pertahankanlah sinarmu nak"


Yaah aku seperti sedang bermimpi saat itu. Kemudian aku percepat masa. Mempercepat lamunan. Karena aku tak sabar melihat cerita ulangtahunku berikutnya.

27 Februari 1984

Yah ini saat yang ku tunggu. 17 tahun, dimana keberadaan ini sudah layak diperhitungkan. Aku bukan anak kecil lagi. tapi orang yang sudah tumbuh besar.

Mamah memebuka pintu kamar, lalu mengucapkan selamat ulang tahun untukku.
"mah, aku sudah 17 tahun. mulai sekarang aku bukan anak kecil lagi"
Sama seperti sebelumnya, mamah tersenyum tapi tak berkata kalau aku bukan anak kecil lagi.
"doamu apa?" mamah bertanya.,

"kalo begitu aku pengen jadi orang gede, bukan anak kecil lagi"
Ini masa ujian ulang tahunku. Aku dan mamah menungu papah pulang, membawa kado ulang tahunku yang ke 17.
Detik terus berputar, berdetak pecahkan hening yang ada dalam sudut ruang malam.
KRRIIING KKRRIING! ! !

Bunyi telepon mengacaukan detik yang berbunyi. mamah beranjak dari sofa, kemudian mengangkat telepon itu.


JATUH! air mata itu jatuh dati lengkung mata mamah, mebasahi pipinya kemudian tersedu. Aku tak mengerti saat itu, mengapa mamah menangis.
Ayah mengirimkan kado ulang tahunku, tapi bukan sebuah hal yang bahagia.
Kakak terbangun, saat mamah berteriak menyebut nama papah. Malam itu yang semula hening sekejap berubah menjadi campuran sedu dna tangis. Ini ulangtahunku pertama dimana tanpa kehadiran ayah.

Ayah pergi dengan membawa semua kenangan masalaluku. Menghentikan cerita yang akan kurangkai indah bersamanya. Ia beristirahat tenang dalam senyumnya, dibawah nisan dan tumpukan bunga merah.

Ini kado yang aku paling tidak suka. Ini bukan pemberian, tapi kepergian, tapi kehilangan.

Ku buka kado yang rencananya ayah kasih padaku kemarin malam.
Sebuah album kenangan, dimana aku banyak mengisi tiap lembarnya. saat aku menagis, tertawa, sedih bahagia. semua terekam di setiap foto dalam album kenangan itu.
Buka satu persatu halaman, hinga pada halaman terakhir. Sebait tulisan tinta hitam, mungkin itu tulisan ayah.

"Kini usiamu sudah 17 tahun, dan terus bertambah. Tapi makin hari berlalu umurmu akan berkurang nak. Jaga mamah dengan baik anak kecilnya papah"


Aku tak mau beralama-lama dalam kenangan itu, seolah masa kelam. Tapi disitu aku belajar, mencoba mengisi ruang tempat dimana ayah dulu berada di keluarga ini.


Kunang-kunang kecil kini mencoba memperbesar cahayanya. Menyinari setiap ruang gelap dalam keluarga ini. Aku kan selalu ingat kata-kata papah. Menjadi kunang-kunang yang tak redup, meski disekitarnya telah redup.


Tak bercerita tentang hari yang berganti menjadi mingu. Itu terlalu lama akan ku ceritakannya. Musim demi musim telah berlalu. Hingga tahun tak enggan tuk berganti banyak rupa.

Mamah yang kini sudah terhias keriput di wajahnya, senyumnya pun mulai samar. Kakak dan aku menemani hari, mengisi ceria yang pernah hilang dalam keluarga ini. 2 tahun telah sunyi, maka kemusian telah ramai kembali. Saat ada keluarga baru mengisi di ruang ceria yang kosong. Kakak sudah menikah, tapi aku minta isa tak meninggalkan rumah ini. Menemani mamah yang kini sudah sering melamun.


Kini usiaku sudah 25 tahun. Mamah meneleponku, karena aku sedang kerja di luar kota.

"Selamat ulang tahun ya, anak kecilnya mamah"
"Sudah lah mah, aku sudah 25 tahun. BUkan dulu lagi yang masik anak kecil", Aku salah. Nadaku dengan marah dan tinggi. Tapi mamah menutup teleponnya dengan tertawa.


Aku tak mengerti. Ku kira kunang-kunang dapat bermetamorfosis, berubah jadi kupu-kupu yang bercahaya mungkin, atau capung dan jenis serangga lainnya. Dan bukan serangga yang disebut anak kecil, tapi tetap bercahaya.


Ku tekan menu. Mempercepat rekaman film masa lalu. Kemudian aku terhenti dalam masa saat aku bahagia. Dimana kutemukan pendamping hidup. Yang setia mengisi dan menemani hari ceria. Wanita yang aku cintai selain mamah.
Hari itu ulang tahun mamah. Aku merayakannya bersama hari pernikahanku. Sayang tak ada papah di samping mamah, melihatku kini di pelaminan.


Awan, Ranting dan dedaunan, siang, malam, seolah menjadi saksi ceritaku. Kunang-kunang yang kini telah punya pasangannya. Usia mamah semakin tua. Wajahnya makin berkeriput. Kini langkahnya sudah tak sanggup jauh. Banayk menghabiskan waktu sambil melamun di kursi tua. Tempat papah dulu biasa menikmati kopi hitam di pagi hari.


2 tahun setelah pernikahanku, mamah menyusul papah ke tempat peristirahatannya. Tak menyangka waktu terlalu cepat berlau. Hingga aku tak sempat mencatat banyak kebahagiaanku yang baru dan memadukannya dengan kisah lama. Semua berubah dan berlalu. Tak ada lagi yang akan bilang aku anak kecil. Tapi saat ini aku rindu ketika mamah dna papah memanggilku anak kecil. Lalu saat ulang tahunku nanti, kata itu takkan pernah terdengar lagi.


kuhabiskan waktu melihat sebuah klise masa lalu. Bioskop telah selesai. masih ada hari yang harus kulalui kedepan. BUkan menghabiskan waktu untuk selalu mengenang masa lalu. Karena hidup terus berjalan dan berputar bagaikan waktu. Tak ada toleransi untuk berhenti mengulang masa agar kembali.


Masa dengan cepat dan berganti. kini aku sudah dianugerahi 1 orang anak. Ia seperti papah, sedikit keras kepala walau usianya masih kecil. Besok adalah ulangtahunnya yang ke 5. Tapi hari ini adalah ulangtahunku. Aku rindu saat mamah dan papah mengucapkan selamat ulang tahun untukku. Dan aku ingin mendengar kata yang dulu kalian katakan. Aku anak kecilnya papah dan mamah. Semua tampak berbeda, dengan bergantinya tokoh lama dengan tokoh yang baru. Tapi cerita takkan terganti, melainkan terus berlanjut dan berevolusi.

Anakku yang lucu tiba-tiba datang kepadaku. Menemani duduk di kursi taman.

"ayah, itu apa?" anakku menunjuk seekor kunang-kunang yang cahayanya berkedip-kedip

"itu kunang-kunang nak" aku pikir kunang-kunang itu lelah, Sehingga cahayanya berkedip.

"aku mu itu yah, buat kado ulang tahunku besok. Aku sudah bukan anak kecil lagi besok yah"


Hmm aku tersenyum padanya. "seberapapun nanti adek gede, adek tetep anak kecilnya papah nak"

Kemudian aku foto masa itu. Mencetaknya dan menempelkannya pada album kenanganku. Ini masa-masa dimana aku harus menutup buku kenangan ini, dan menggantinya kemudian mengisi setiap halaman yang kosong.


"ini kado ayah untuk adek. Album kenangan ini disimpen yah"


Kuharap setelah anakku dewasa nanti. Telah tumbuh dan bermetamorfosis menjadi kunang-kunang dewasa seperti aku ini, ia akan mengerti apa yang aku maksud dalam kata-kata di lebar terakhir album itu.


"seekor kunang-kunang yang dulunya kecil, takkan pernah bermetamorfosis menjadi kupu-kupu bercahaya. Ia akan tetap menjadi kunang-kunang, tapi bermetamorfosis menjadi kunang-kunang dewasa. Kemudian mempertahankan cahayanya walau disekitarnya telah meredup, sampai yang lain bercahaya kembali"


Mah, Pah. Kini aku telah tumbuh dewasa, merasakan dimana aku di posisi kalian saat dulu. Memiliki anak kecil, dan tetap anak kecil bagiku. Aku telah mengerti apa yang kalian sering katakan. "kau anak kecil". Bagaimanapun aku tumbuh dewasa dan menua, aku akan tetap jadi anak kecilnya mamah dan papah. Aku rindu kalian.

Kini kunang-kunang telah bermetamorfosis, tapi tak menjadi kupu-kupu yang bercahaya. Bermetamorfosis menjadi kunang-kunang yang dewasa, yang tak pernah memadamkan cahanyanya walau disekitarnya telah padam.
Walau kalian telah pergi, tapi kalian tetap selalu ada dan hadir dalam setiap hidup aku. Rasa kasih dan sayang kalian tak pernah padam. Terus berpijar dan tetap berpijar, karena aku takkan pernah mematikan cahayanya.

27 Februari 2012

miss you mom, dad. Hari ini aku tetap anak kecil kalian.

Kamis, 17 Februari 2011

Ada Cinta Dibalik Koin

~Andai kau rasa ini

Aku bukan berlari

Aku pun tak ingin mengelak

Tapi aku ingin tenang

Tenang dari semua gundah

Gundah yang mengekang rasa ini

Rasa diantara kau, aku, dan dia

Dalam cinta dua sisi

Seperti koin-koin yang berputar layaknya cinta ~

Hari ini hari yang bisu, mendengar hari hanya dengan kata-kata sunyi nan kosong. Berlari tak seperti rupawan yang tegar tuk memilih kepastian. Awan-awan kelabu menutupi pagi yang dihembuskan oleh angin dingin yang enggan menusuk setiap ruas-ruas tulangku. Hari ini adalah hari kepastian, kepastian bila mereka dapat hidup tanpa ditemani oleh nafasku. Aku yang akan terus memudar tak dapat diantara, seperti adanya lendir dalam sekat kaca, sehingga membuat aku tak dapat menggenggam erat mereka.

Memang indah bila sebuah makna cinta itu selalu memiliki, memiliki atas dasar kasih sayang yang setiap jiwa tuk saling mengenal sebuah harapan atas rasa timbal balik kasih itu. Namun ada kalanya semua tak seperti harapan, hidup itu bukanlah seperti apa yang kita harapkan, melainkan hidup itu adalah yang sekarang kita rasakan. Seperti merasakan aroma soda dalam segelas susu yang sering ayah nikmati.

Setiap jiwa akan berkata, pemandangan paling nikmat adalah ketika kita sedang diselimuti oleh rasa cinta dan kasih sayang. Namun pemandangan yang melukai hati dan menyadap segala rasa indah dari kehidupan adalah menyaksikan orang yang dicintainya tidak dapat mencintai kita. Itu sebabnya tidak ada kepedihan yang lebih pilu daripada cinta yang tak dapat memiliki. Rasanya getir, seperti yang sering diminum ibu ketika pagi hari saat bibi jamu menuangkan segelas aroma pahit.

Dua cinta yang ada diantara sisi ini, kini sedang aku rasakan bagaimana rasa manis itu dan sedang aku pikirkan bagaimana rasa getir itu. Andai mereka tahu kalau cinta mereka akan tersimpan di hati ini namun cinta ku takkan tersimpan dihati mereka.

Siang terus menantang jiwa dengan Sang Panas yang terus membakar naluri-naluri tuk katakan maaf pada mereka. Perlahan ku temui disuatu lorong sekolah, cantik, baik dan yang kulihat ia seperti kakakku yang kini telah berbaring nyaman dalam peraduannya di surga sana. Vina, nama yang begitu memukau ketika aku dengar dan senyum yang sagat menggores ketika kulihat pandangan-pandangan manis yang ia taruhkan dalam lesungnya itu.

“Faiz, apakah kau ingat dengan sebuah janji kita? Saaat ini aku masih menunggu. Menunggu sekian waktu agar kau beri sebuah jawaban”, suaranya yang lembut itu dak dapat aku bohongi kalau ia adalah Vina, yang menaruh sejuta harap akan jawabku.

“Hmmm, aku pun tak lupa sedikitpun. Karena ku tahu perasaanmu yang akan terus menunggu, dan aku tak ingin kau terus menunggu terlalu lama” aku yang sudah menyiapkan sedikit kata jika hari ini adalah hari yang mungkin indah bersamanya.

“lalu kapan kau beri jawaban itu?” tanya Vina kepadaku

“jawabanya ada di balik koin ini” ku beri koin seribu rupiah yang ditengahnya berwarna kuning keemasan itu. Diatas jari jemarinya ku taruh koin itu dan merapatkan jari-jarinya yang lembut, serta kuselipkan senyum pucat dariku.

Siang ini memang aku sedikit pucat, diburu oleh waktu yang tak kenal tawar menawar. Aku tak sempat banyak bicara karena telah kutulis semua apa yang ada dalam otakku saat malam mengganggu tidurku. Aku tahu jika siang mulutku sering terkunci tuk ingin berkata semuanya, maka kutaruh kata itu dalam secarik kertas yang mewakili segalanya.

Waktu terus memburu dan memburu hariku yang semakin kacau. Aku tak ingin melihat bidadari-bidadari kecil itu tahu kalau aku akan semakin pucat setiap aku berjalan terlalu lama. Hingga satu lagi kutemui seseorang yang sedang menunggu asyik di ujung taman sekolah. Putri namanya, gadis itu selalu mengingatkanku pada cinta pertama yang kini telah pergi dan sisa-sisanya masih terkunci rapih dalam kabin hati ini.

“hai, maaf membuatmu menunggu terlalu lama.” Salamku pada Putri untuk memulai menghangatkan suasana saat itu.

“hai juga, ga kok! Baru saja aku duduk disini, lalu kau datang” jawab putri dengan senyum manisnya itu.

“saat ini hanya satu yang dapat kuberikan untukmu” aku memulai dengan nada seriusku.

“lalu apa jawabanmu, dan apa yang ingin kau berikan?” wajahnya penuh dengan pertanyaan.

“maafkan aku, aku hanya bisa memberi sebuah koin untukmu. Dan telah ku taruh jawabanku disitu, maaf telah membuatmu menunggu terlalu lama. Mungkin saat ini pun bukan saat yang tepat untuk ku jawab pertanyaanmu itu.”

“lalu darimana aku bisa tahu jawabanmu dari sebuah koin seribu ini?”

“akan ada saatnya semua akan jelas tampak dari koin itu” jawabku sedikit meragu, pucat dan keringat itu semakin tebal melekat diwajah ini.

Hari ini memang suli untuk aku lakukan, tapi aku yakin perlahan akan bisa dijalani walau terkadang harus ada beberapa yang akan merasa sakit karena tingkahku saat ini. Aku lalu berlari keluar lorong sekolah. Tepat didepan pintu gerbang ayahku sudah menunggu dengan mobil biru yang berplat nomor L3121DN. Tak buang waktu aku langsung mengambil tas dan membuka pintu mobil ayahku dan bersiap pergi ke bandara. Hari ini waktu akan terus memburuku, memburuku sampai aku merasakan tidur yang sangat lama. Tapi aku yakin aku masih bisa merasakan tidur setiap malam yang sunyi.

Ibuku hanya menitipkan senyum padaku di luar mobil ayah. Ibu tetap dirumah menjaga adik yang masih belia tuk melanjutkan hari-harinya yang cerah itu. Aku titipkan dua lembar kertas biru muda yang telah kutulis rangkaian kata-kata untuk Vina dan Putri. Semoga ia tak lagi menunggu atas jawabanku.

“Jaga baik-baik kondisi kesehatanmu disana ya Faiz” itu pesan ibuku yang setiap kali ia ucapkan ketika aku ingin pergi kemanapun.

“Ia ibu, ayah pun akan menjagaku dengan baik.” Aku mencoba meyakinkan kalau aku akan baik-baik saja.

“Ibu menunggumu dirumah yah setelah kau sembuh cepatlah pulang” ibu terus tersenyum, namun kali ini ada air mata yang ia teteskan.

“ia bu, percayalah aku pasti akan kembali. Owya, jangan lupa kertas itu berikan pada Vina dan Putri ya bu, sampaikan salam manis dariku. Aku berangkat ya bu.” Itu terakhir kalinya aku melihat senyum ibu sebelum aku berangkat ke Singapura untuk memulihkan kesehatanku disana.

Hanya rangkaian-rangkaian kata kecil yang dapat aku susun untuk mereka. Semoga mereka tahu apa yang aku ingin katakan disitu.

Untuk Vina,

Semoga kau selalu sehat dan terus kau hiasi harimu dengan senyuman-senyumanmu yang manis itu. Maaf aku hanya bisa memberimu sebuah koin, namun haya itulah yang dapat mewakili sejuta rasa dariku.

Kau tahu koin itu ada dua lingkaran. Yang satu berwarna perak dan satu lagi berwarna keemasan. Di koin itu kutaruh sejuta cinta untukmu. Maafkan aku yang telah hadir dalam kehidupanmu. Akupun tak tahu mengapa kau bisa ada dalam kehidupanku.

Koin keemasan itu adalah kau, dan yang bagian luarnya adalah aku. Hatimu ada disitu dan hatiku ada disitu, semoga hatiku akan selalu menjaga setiap kecilnya rasa cintamu untukku. Tapi aku tak bisa terlalu lama berdiri dihadapanmu. Aku terlalu lelah untuk hidup ini, bukan karena kau melainkan penyakit yang terus mengerogoti umurku. Aku tak ingin saat kau sedang gembira aku akan mengganggumu dengan penyakitku. Maafkan aku yang telah menghadirkan diriku dalam kehidupanmu. Aku pun mencintaimu. Kau seperti bidadariku yang dulu pernah hilang di dunia ini. Aku percaya bahwa suatu saat akan ada kebahagiaan yang terus menghampirimu.

Maaf atas ketidaksempurnaanku. Dalam hidup tidak ada kata terlambat untuk menjadikan keadaan lebih baik. Cintailah orang yang mencintai kamu, karna disitu akan ada orang yang bisa menjagamu. Tidak cacat sepertiku yang tak mampu berdiri lama.

Terimakasih atas cinta yang kau berikan untukku, bila ku pergi saat ini semoga kau akan selalu bahagia. Amin.

Salam cinta, Faiz.

Untuk Putri

Kau tahu kenapa coklat rasanya manis? Sebenernya coklat itu tidaklah manis, rasa manis tergantung dari siapa yang memakannya. Bila kau yang memakannya, maka coklat itu akan terasa sangat manis. Dan yang aku tahu semanis-manisnya coklat tidak akan lebih manis dari senyummu.

Aku memulai hidup ini dengan kepasrahan, namun aku perlahan belajar bagaimana untuk mencoba memberi hidup. Tapi aku tidak bisa. Memberi cinta pun aku tak bisa. Karena aku takut tidak bisa menjaga rasa cinta itu selamanya utnukmu. Tapi aku ingin menjadi seperti koin seribu itu. Yang selalu menjaga warna keemasannya. Seperti menjaga sebuah cinta dalam hatinya. Aku ingin menjaga cinta yang kau beri untukku, namun aku tak bisa karena aku tak cukup kekuatan untuk selalu ada disaatmu membutuhkanku.

Rasa sakit yang kualami ini akan terus menggerogoti umurku yang singkat. Aku tak ingin melihatmu menangis ketika kau membaca pesan ini. Tapi tetaplah tersenyum untuk coklat-coklat yang manis.

Koin itu akan menggantikan hatiku untukmu. Semoga kau bisa mendapatkan yang lebih sempurna dariku. Maafkan aku yang sudah memulainya, seharusnya aku tidak pernah memulai apa yang tidak bisa aku akhiri. Aku cinta kamu, tapi umurku tak bisa memberikan waktunya. Ia terlalu cemburu denganku dan dengan orang-orang yang menyayangiku. Maaf maaf maaf. Aku telah lancang masuk dalam kehidupanmu.

Aku ingin pergi, entah kapan aku pergi, tapi kurasakan sebentar lagi. Dingin ini terus menusuk tulangku disiang hari.

Aku merasa senang bisa mengenal dirimu.

Maafkan aku yang tak sempurna untuk dirimu.

Terimakasih kau pernah ada untukku.

Walaupun aku atau kamu pergi, tetapi rasa cinta ini akan selalu ada dihatiku. Terus terus dan selamanya.

Faiz.