~Andai kau rasa ini
Aku bukan berlari
Aku pun tak ingin mengelak
Tapi aku ingin tenang
Tenang dari semua gundah
Gundah yang mengekang rasa ini
Rasa diantara kau, aku, dan dia
Dalam cinta dua sisi
Seperti koin-koin yang berputar layaknya cinta ~
Hari ini hari yang bisu, mendengar hari hanya dengan kata-kata sunyi nan kosong. Berlari tak seperti rupawan yang tegar tuk memilih kepastian. Awan-awan kelabu menutupi pagi yang dihembuskan oleh angin dingin yang enggan menusuk setiap ruas-ruas tulangku. Hari ini adalah hari kepastian, kepastian bila mereka dapat hidup tanpa ditemani oleh nafasku. Aku yang akan terus memudar tak dapat diantara, seperti adanya lendir dalam sekat kaca, sehingga membuat aku tak dapat menggenggam erat mereka.
Memang indah bila sebuah makna cinta itu selalu memiliki, memiliki atas dasar kasih sayang yang setiap jiwa tuk saling mengenal sebuah harapan atas rasa timbal balik kasih itu. Namun ada kalanya semua tak seperti harapan, hidup itu bukanlah seperti apa yang kita harapkan, melainkan hidup itu adalah yang sekarang kita rasakan. Seperti merasakan aroma soda dalam segelas susu yang sering ayah nikmati.
Setiap jiwa akan berkata, pemandangan paling nikmat adalah ketika kita sedang diselimuti oleh rasa cinta dan kasih sayang. Namun pemandangan yang melukai hati dan menyadap segala rasa indah dari kehidupan adalah menyaksikan orang yang dicintainya tidak dapat mencintai kita. Itu sebabnya tidak ada kepedihan yang lebih pilu daripada cinta yang tak dapat memiliki. Rasanya getir, seperti yang sering diminum ibu ketika pagi hari saat bibi jamu menuangkan segelas aroma pahit.
Dua cinta yang ada diantara sisi ini, kini sedang aku rasakan bagaimana rasa manis itu dan sedang aku pikirkan bagaimana rasa getir itu. Andai mereka tahu kalau cinta mereka akan tersimpan di hati ini namun cinta ku takkan tersimpan dihati mereka.
Siang terus menantang jiwa dengan Sang Panas yang terus membakar naluri-naluri tuk katakan maaf pada mereka. Perlahan ku temui disuatu lorong sekolah, cantik, baik dan yang kulihat ia seperti kakakku yang kini telah berbaring nyaman dalam peraduannya di surga sana. Vina, nama yang begitu memukau ketika aku dengar dan senyum yang sagat menggores ketika kulihat pandangan-pandangan manis yang ia taruhkan dalam lesungnya itu.
“Faiz, apakah kau ingat dengan sebuah janji kita? Saaat ini aku masih menunggu. Menunggu sekian waktu agar kau beri sebuah jawaban”, suaranya yang lembut itu dak dapat aku bohongi kalau ia adalah Vina, yang menaruh sejuta harap akan jawabku.
“Hmmm, aku pun tak lupa sedikitpun. Karena ku tahu perasaanmu yang akan terus menunggu, dan aku tak ingin kau terus menunggu terlalu lama” aku yang sudah menyiapkan sedikit kata jika hari ini adalah hari yang mungkin indah bersamanya.
“lalu kapan kau beri jawaban itu?” tanya Vina kepadaku
“jawabanya ada di balik koin ini” ku beri koin seribu rupiah yang ditengahnya berwarna kuning keemasan itu. Diatas jari jemarinya ku taruh koin itu dan merapatkan jari-jarinya yang lembut, serta kuselipkan senyum pucat dariku.
Siang ini memang aku sedikit pucat, diburu oleh waktu yang tak kenal tawar menawar. Aku tak sempat banyak bicara karena telah kutulis semua apa yang ada dalam otakku saat malam mengganggu tidurku. Aku tahu jika siang mulutku sering terkunci tuk ingin berkata semuanya, maka kutaruh kata itu dalam secarik kertas yang mewakili segalanya.
Waktu terus memburu dan memburu hariku yang semakin kacau. Aku tak ingin melihat bidadari-bidadari kecil itu tahu kalau aku akan semakin pucat setiap aku berjalan terlalu lama. Hingga satu lagi kutemui seseorang yang sedang menunggu asyik di ujung taman sekolah. Putri namanya, gadis itu selalu mengingatkanku pada cinta pertama yang kini telah pergi dan sisa-sisanya masih terkunci rapih dalam kabin hati ini.
“hai, maaf membuatmu menunggu terlalu lama.” Salamku pada Putri untuk memulai menghangatkan suasana saat itu.
“hai juga, ga kok! Baru saja aku duduk disini, lalu kau datang” jawab putri dengan senyum manisnya itu.
“saat ini hanya satu yang dapat kuberikan untukmu” aku memulai dengan nada seriusku.
“lalu apa jawabanmu, dan apa yang ingin kau berikan?” wajahnya penuh dengan pertanyaan.
“maafkan aku, aku hanya bisa memberi sebuah koin untukmu. Dan telah ku taruh jawabanku disitu, maaf telah membuatmu menunggu terlalu lama. Mungkin saat ini pun bukan saat yang tepat untuk ku jawab pertanyaanmu itu.”
“lalu darimana aku bisa tahu jawabanmu dari sebuah koin seribu ini?”
“akan ada saatnya semua akan jelas tampak dari koin itu” jawabku sedikit meragu, pucat dan keringat itu semakin tebal melekat diwajah ini.
Hari ini memang suli untuk aku lakukan, tapi aku yakin perlahan akan bisa dijalani walau terkadang harus ada beberapa yang akan merasa sakit karena tingkahku saat ini. Aku lalu berlari keluar lorong sekolah. Tepat didepan pintu gerbang ayahku sudah menunggu dengan mobil biru yang berplat nomor L3121DN. Tak buang waktu aku langsung mengambil tas dan membuka pintu mobil ayahku dan bersiap pergi ke bandara. Hari ini waktu akan terus memburuku, memburuku sampai aku merasakan tidur yang sangat lama. Tapi aku yakin aku masih bisa merasakan tidur setiap malam yang sunyi.
Ibuku hanya menitipkan senyum padaku di luar mobil ayah. Ibu tetap dirumah menjaga adik yang masih belia tuk melanjutkan hari-harinya yang cerah itu. Aku titipkan dua lembar kertas biru muda yang telah kutulis rangkaian kata-kata untuk Vina dan Putri. Semoga ia tak lagi menunggu atas jawabanku.
“Jaga baik-baik kondisi kesehatanmu disana ya Faiz” itu pesan ibuku yang setiap kali ia ucapkan ketika aku ingin pergi kemanapun.
“Ia ibu, ayah pun akan menjagaku dengan baik.” Aku mencoba meyakinkan kalau aku akan baik-baik saja.
“Ibu menunggumu dirumah yah setelah kau sembuh cepatlah pulang” ibu terus tersenyum, namun kali ini ada air mata yang ia teteskan.
“ia bu, percayalah aku pasti akan kembali. Owya, jangan lupa kertas itu berikan pada Vina dan Putri ya bu, sampaikan salam manis dariku. Aku berangkat ya bu.” Itu terakhir kalinya aku melihat senyum ibu sebelum aku berangkat ke Singapura untuk memulihkan kesehatanku disana.
Hanya rangkaian-rangkaian kata kecil yang dapat aku susun untuk mereka. Semoga mereka tahu apa yang aku ingin katakan disitu.
Untuk Vina,
Semoga kau selalu sehat dan terus kau hiasi harimu dengan senyuman-senyumanmu yang manis itu. Maaf aku hanya bisa memberimu sebuah koin, namun haya itulah yang dapat mewakili sejuta rasa dariku.
Kau tahu koin itu ada dua lingkaran. Yang satu berwarna perak dan satu lagi berwarna keemasan. Di koin itu kutaruh sejuta cinta untukmu. Maafkan aku yang telah hadir dalam kehidupanmu. Akupun tak tahu mengapa kau bisa ada dalam kehidupanku.
Koin keemasan itu adalah kau, dan yang bagian luarnya adalah aku. Hatimu ada disitu dan hatiku ada disitu, semoga hatiku akan selalu menjaga setiap kecilnya rasa cintamu untukku. Tapi aku tak bisa terlalu lama berdiri dihadapanmu. Aku terlalu lelah untuk hidup ini, bukan karena kau melainkan penyakit yang terus mengerogoti umurku. Aku tak ingin saat kau sedang gembira aku akan mengganggumu dengan penyakitku. Maafkan aku yang telah menghadirkan diriku dalam kehidupanmu. Aku pun mencintaimu. Kau seperti bidadariku yang dulu pernah hilang di dunia ini. Aku percaya bahwa suatu saat akan ada kebahagiaan yang terus menghampirimu.
Maaf atas ketidaksempurnaanku. Dalam hidup tidak ada kata terlambat untuk menjadikan keadaan lebih baik. Cintailah orang yang mencintai kamu, karna disitu akan ada orang yang bisa menjagamu. Tidak cacat sepertiku yang tak mampu berdiri lama.
Terimakasih atas cinta yang kau berikan untukku, bila ku pergi saat ini semoga kau akan selalu bahagia. Amin.
Salam cinta, Faiz.
Untuk Putri
Kau tahu kenapa coklat rasanya manis? Sebenernya coklat itu tidaklah manis, rasa manis tergantung dari siapa yang memakannya. Bila kau yang memakannya, maka coklat itu akan terasa sangat manis. Dan yang aku tahu semanis-manisnya coklat tidak akan lebih manis dari senyummu.
Aku memulai hidup ini dengan kepasrahan, namun aku perlahan belajar bagaimana untuk mencoba memberi hidup. Tapi aku tidak bisa. Memberi cinta pun aku tak bisa. Karena aku takut tidak bisa menjaga rasa cinta itu selamanya utnukmu. Tapi aku ingin menjadi seperti koin seribu itu. Yang selalu menjaga warna keemasannya. Seperti menjaga sebuah cinta dalam hatinya. Aku ingin menjaga cinta yang kau beri untukku, namun aku tak bisa karena aku tak cukup kekuatan untuk selalu ada disaatmu membutuhkanku.
Rasa sakit yang kualami ini akan terus menggerogoti umurku yang singkat. Aku tak ingin melihatmu menangis ketika kau membaca pesan ini. Tapi tetaplah tersenyum untuk coklat-coklat yang manis.
Koin itu akan menggantikan hatiku untukmu. Semoga kau bisa mendapatkan yang lebih sempurna dariku. Maafkan aku yang sudah memulainya, seharusnya aku tidak pernah memulai apa yang tidak bisa aku akhiri. Aku cinta kamu, tapi umurku tak bisa memberikan waktunya. Ia terlalu cemburu denganku dan dengan orang-orang yang menyayangiku. Maaf maaf maaf. Aku telah lancang masuk dalam kehidupanmu.
Aku ingin pergi, entah kapan aku pergi, tapi kurasakan sebentar lagi. Dingin ini terus menusuk tulangku disiang hari.
Aku merasa senang bisa mengenal dirimu.
Maafkan aku yang tak sempurna untuk dirimu.
Terimakasih kau pernah ada untukku.
Walaupun aku atau kamu pergi, tetapi rasa cinta ini akan selalu ada dihatiku. Terus terus dan selamanya.
Faiz.