Di dalam masa aku bercerita
Bukan sekedar cinta, ataupun perantaranya
Tak sebatas cerita rindu
Atau mimpi yang berlalu
Ini bukan lamunan, tapi rangkaian kata dari saat aku kenal dimana pertama aku dapati kado istimewa.
27 Febuari 1973,
"mah, hari ini aku ulang tahun. aku berarti bukan anak kecil lagi kan?"
Yah, saat itu umurku masih 6 tahun, saat aku masih duduk di bangku taman kanak-kanak. tapi mamah saat itu bilang dengan singkat. "selamat ulang tahun anak kecil mamah"
Hmm, aku sadari. Saat itu aku memang masih kecil. Saat-saat dimana aku tumbuh menjadi anak yang ceria dan penuh mimpi untuk masa depan.
Kemudian hari berganti dan berlalu, setiap cerita yang kulalui aku bingkiskan dalam tumbuh dewasanya diriku. Matahari yang tak pernah berubah arah tapi kadang kala ia pergi dan menghilang, saat ak tertidur nyenyak dalam mimpi kecilku. Ia bersinar ketika aku sedang bermain dan tertawa dalam siang. tapi taukah kamu, aku punya sebuah yang istimewa. Beliau tak serupa seperti matahari. Menemaniku saat aku bermain dengan siang, dan beristirahat dengan malam. Mamah dan papah yang setia dalam tumbuh kembangya diriku.
Aku semakin terjun dalam lamunan panjang sebuah klise masalalu. Tapi itu semakin berjalan. Seperti menonton film pendek atau bioskop. Tapi dimana aku yang menjadi tokoh utamanya. 8 tahun setelah ulangtahunku yang lalu. pakaian rapih biru putih di pagi hari. Ku nikmati hidangan di pagi hari dengan segelas teh hangat dan 2 potong roti. sungguh nikmat saat itu. Tapi mamah membuat menu spesial di pagi itu. Brownise teramitsu, dengan lilin yang terbakar mesra berdampingan, 1 dan 4 begitu fantastis menyala-nyala dalam senyum di pagi itu.
27 februari 1981
"mah, hari ini ulang tahun aku yang ke 14 kan. berarti aku bukan anak kecil lagi sekarang"
Tapi mamah hanya senyum, dan papah mengucap sedikit kata.
"kamu bukan bayi, tapi anak kecilnya papah"
Sehari penuh kulalui cerita penuh ceria. sampai gelap datang, aku duduk dibalik taman. Kursi tua dan lampu kuning meremang. Hiasi teduhnya awan dan bintang yang berpijar.
Ayah berkata malam itu.
"kamu memang anak kecilnya papah dan mamah, tapi kamu seperti kunang-kunang nak. Biarpun kecil tapi bercahaya. Ia akan sangat terang. ketika yang lain disekitarnya telah meredup. Maka pertahankanlah sinarmu nak"
Yaah aku seperti sedang bermimpi saat itu. Kemudian aku percepat masa. Mempercepat lamunan. Karena aku tak sabar melihat cerita ulangtahunku berikutnya.
27 Februari 1984
Yah ini saat yang ku tunggu. 17 tahun, dimana keberadaan ini sudah layak diperhitungkan. Aku bukan anak kecil lagi. tapi orang yang sudah tumbuh besar.
Mamah memebuka pintu kamar, lalu mengucapkan selamat ulang tahun untukku.
"mah, aku sudah 17 tahun. mulai sekarang aku bukan anak kecil lagi"
Sama seperti sebelumnya, mamah tersenyum tapi tak berkata kalau aku bukan anak kecil lagi.
"doamu apa?" mamah bertanya.,
"kalo begitu aku pengen jadi orang gede, bukan anak kecil lagi"
Ini masa ujian ulang tahunku. Aku dan mamah menungu papah pulang, membawa kado ulang tahunku yang ke 17.
Detik terus berputar, berdetak pecahkan hening yang ada dalam sudut ruang malam.
KRRIIING KKRRIING! ! !
Bunyi telepon mengacaukan detik yang berbunyi. mamah beranjak dari sofa, kemudian mengangkat telepon itu.
JATUH! air mata itu jatuh dati lengkung mata mamah, mebasahi pipinya kemudian tersedu. Aku tak mengerti saat itu, mengapa mamah menangis.
Ayah mengirimkan kado ulang tahunku, tapi bukan sebuah hal yang bahagia.
Kakak terbangun, saat mamah berteriak menyebut nama papah. Malam itu yang semula hening sekejap berubah menjadi campuran sedu dna tangis. Ini ulangtahunku pertama dimana tanpa kehadiran ayah.
Ayah pergi dengan membawa semua kenangan masalaluku. Menghentikan cerita yang akan kurangkai indah bersamanya. Ia beristirahat tenang dalam senyumnya, dibawah nisan dan tumpukan bunga merah.
Ini kado yang aku paling tidak suka. Ini bukan pemberian, tapi kepergian, tapi kehilangan.
Ku buka kado yang rencananya ayah kasih padaku kemarin malam.
Sebuah album kenangan, dimana aku banyak mengisi tiap lembarnya. saat aku menagis, tertawa, sedih bahagia. semua terekam di setiap foto dalam album kenangan itu.
Buka satu persatu halaman, hinga pada halaman terakhir. Sebait tulisan tinta hitam, mungkin itu tulisan ayah.
"Kini usiamu sudah 17 tahun, dan terus bertambah. Tapi makin hari berlalu umurmu akan berkurang nak. Jaga mamah dengan baik anak kecilnya papah"
Aku tak mau beralama-lama dalam kenangan itu, seolah masa kelam. Tapi disitu aku belajar, mencoba mengisi ruang tempat dimana ayah dulu berada di keluarga ini.
Kunang-kunang kecil kini mencoba memperbesar cahayanya. Menyinari setiap ruang gelap dalam keluarga ini. Aku kan selalu ingat kata-kata papah. Menjadi kunang-kunang yang tak redup, meski disekitarnya telah redup.
Tak bercerita tentang hari yang berganti menjadi mingu. Itu terlalu lama akan ku ceritakannya. Musim demi musim telah berlalu. Hingga tahun tak enggan tuk berganti banyak rupa.
Mamah yang kini sudah terhias keriput di wajahnya, senyumnya pun mulai samar. Kakak dan aku menemani hari, mengisi ceria yang pernah hilang dalam keluarga ini. 2 tahun telah sunyi, maka kemusian telah ramai kembali. Saat ada keluarga baru mengisi di ruang ceria yang kosong. Kakak sudah menikah, tapi aku minta isa tak meninggalkan rumah ini. Menemani mamah yang kini sudah sering melamun.
Kini usiaku sudah 25 tahun. Mamah meneleponku, karena aku sedang kerja di luar kota.
"Selamat ulang tahun ya, anak kecilnya mamah"
"Sudah lah mah, aku sudah 25 tahun. BUkan dulu lagi yang masik anak kecil", Aku salah. Nadaku dengan marah dan tinggi. Tapi mamah menutup teleponnya dengan tertawa.
Aku tak mengerti. Ku kira kunang-kunang dapat bermetamorfosis, berubah jadi kupu-kupu yang bercahaya mungkin, atau capung dan jenis serangga lainnya. Dan bukan serangga yang disebut anak kecil, tapi tetap bercahaya.
Ku tekan menu. Mempercepat rekaman film masa lalu. Kemudian aku terhenti dalam masa saat aku bahagia. Dimana kutemukan pendamping hidup. Yang setia mengisi dan menemani hari ceria. Wanita yang aku cintai selain mamah.
Hari itu ulang tahun mamah. Aku merayakannya bersama hari pernikahanku. Sayang tak ada papah di samping mamah, melihatku kini di pelaminan.
Awan, Ranting dan dedaunan, siang, malam, seolah menjadi saksi ceritaku. Kunang-kunang yang kini telah punya pasangannya. Usia mamah semakin tua. Wajahnya makin berkeriput. Kini langkahnya sudah tak sanggup jauh. Banayk menghabiskan waktu sambil melamun di kursi tua. Tempat papah dulu biasa menikmati kopi hitam di pagi hari.
2 tahun setelah pernikahanku, mamah menyusul papah ke tempat peristirahatannya. Tak menyangka waktu terlalu cepat berlau. Hingga aku tak sempat mencatat banyak kebahagiaanku yang baru dan memadukannya dengan kisah lama. Semua berubah dan berlalu. Tak ada lagi yang akan bilang aku anak kecil. Tapi saat ini aku rindu ketika mamah dna papah memanggilku anak kecil. Lalu saat ulang tahunku nanti, kata itu takkan pernah terdengar lagi.
kuhabiskan waktu melihat sebuah klise masa lalu. Bioskop telah selesai. masih ada hari yang harus kulalui kedepan. BUkan menghabiskan waktu untuk selalu mengenang masa lalu. Karena hidup terus berjalan dan berputar bagaikan waktu. Tak ada toleransi untuk berhenti mengulang masa agar kembali.
Masa dengan cepat dan berganti. kini aku sudah dianugerahi 1 orang anak. Ia seperti papah, sedikit keras kepala walau usianya masih kecil. Besok adalah ulangtahunnya yang ke 5. Tapi hari ini adalah ulangtahunku. Aku rindu saat mamah dan papah mengucapkan selamat ulang tahun untukku. Dan aku ingin mendengar kata yang dulu kalian katakan. Aku anak kecilnya papah dan mamah. Semua tampak berbeda, dengan bergantinya tokoh lama dengan tokoh yang baru. Tapi cerita takkan terganti, melainkan terus berlanjut dan berevolusi.
Anakku yang lucu tiba-tiba datang kepadaku. Menemani duduk di kursi taman.
"ayah, itu apa?" anakku menunjuk seekor kunang-kunang yang cahayanya berkedip-kedip
"itu kunang-kunang nak" aku pikir kunang-kunang itu lelah, Sehingga cahayanya berkedip.
"aku mu itu yah, buat kado ulang tahunku besok. Aku sudah bukan anak kecil lagi besok yah"
Hmm aku tersenyum padanya. "seberapapun nanti adek gede, adek tetep anak kecilnya papah nak"
Kemudian aku foto masa itu. Mencetaknya dan menempelkannya pada album kenanganku. Ini masa-masa dimana aku harus menutup buku kenangan ini, dan menggantinya kemudian mengisi setiap halaman yang kosong.
"ini kado ayah untuk adek. Album kenangan ini disimpen yah"
Kuharap setelah anakku dewasa nanti. Telah tumbuh dan bermetamorfosis menjadi kunang-kunang dewasa seperti aku ini, ia akan mengerti apa yang aku maksud dalam kata-kata di lebar terakhir album itu.
"seekor kunang-kunang yang dulunya kecil, takkan pernah bermetamorfosis menjadi kupu-kupu bercahaya. Ia akan tetap menjadi kunang-kunang, tapi bermetamorfosis menjadi kunang-kunang dewasa. Kemudian mempertahankan cahayanya walau disekitarnya telah meredup, sampai yang lain bercahaya kembali"
Mah, Pah. Kini aku telah tumbuh dewasa, merasakan dimana aku di posisi kalian saat dulu. Memiliki anak kecil, dan tetap anak kecil bagiku. Aku telah mengerti apa yang kalian sering katakan. "kau anak kecil". Bagaimanapun aku tumbuh dewasa dan menua, aku akan tetap jadi anak kecilnya mamah dan papah. Aku rindu kalian.
Kini kunang-kunang telah bermetamorfosis, tapi tak menjadi kupu-kupu yang bercahaya. Bermetamorfosis menjadi kunang-kunang yang dewasa, yang tak pernah memadamkan cahanyanya walau disekitarnya telah padam.
Walau kalian telah pergi, tapi kalian tetap selalu ada dan hadir dalam setiap hidup aku. Rasa kasih dan sayang kalian tak pernah padam. Terus berpijar dan tetap berpijar, karena aku takkan pernah mematikan cahayanya.
27 Februari 2012
miss you mom, dad. Hari ini aku tetap anak kecil kalian.
Like This ...
BalasHapus(y)
thanks ..
BalasHapus